
KAIRO (Lentera) — Setelah dua tahun konflik mematikan yang menewaskan lebih dari 65 ribu warga Gaza, mayoritas penduduk sipil, Hamas dan Israel akhirnya menyepakati fase pertama perjanjian damai dan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Kesepakatan bersejarah ini diumumkan pada Kamis (9/10/2025) setelah melalui serangkaian negosiasi intensif di Mesir, dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai penggagas utama inisiatif perdamaian. Selain Mesir, Qatar juga turut berperan sebagai mediator dalam perundingan tersebut.
Trump dalam konferensi pers di Washington menyebutkan bahwa kesepakatan awal ini menjadi langkah pertama menuju perdamaian yang kuat dan abadi di Timur Tengah. “Israel dan Hamas telah menandatangani rencana damai tahap pertama. Semua sandera akan segera dibebaskan dan pasukan Israel akan mundur ke garis yang telah disepakati,” ujar Trump dikutip dari AFP, Kamis (8/10/2025).
Menurut keterangan pejabat Hamas, fase awal perjanjian mencakup pertukaran tahanan dan sandera. Hamas akan membebaskan 20 sandera Israel yang masih ditahan di Gaza, sementara pemerintah Israel akan melepaskan 2.000 tahanan Palestina, termasuk 250 orang yang sebelumnya divonis penjara seumur hidup.
Pertukaran tersebut dijadwalkan berlangsung dalam waktu 72 jam setelah penandatanganan kesepakatan damai. Trump menyebut proses pembebasan itu kemungkinan dimulai pada Senin (13/10/2025) mendatang.
Selain itu, Israel juga berkomitmen untuk menarik pasukannya dari garis tempur Gaza dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan sebanyak 400 truk per hari ke wilayah tersebut dalam lima hari setelah kesepakatan berlaku. Jumlah itu akan ditingkatkan secara bertahap sesuai kebutuhan warga.
Langkah berikutnya, warga Gaza yang selama dua tahun terakhir mengungsi akibat serangan udara dan operasi militer Israel, akan diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing.
Dukungan Internasional
Kesepakatan ini muncul beberapa hari setelah peringatan dua tahun pecahnya perang Gaza pada 7 Oktober 2023. Konflik berkepanjangan tersebut telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza dan memicu krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah kawasan itu.
Pihak Qatar melalui pernyataannya menyampaikan harapan agar kesepakatan tahap pertama ini menjadi pintu masuk menuju perdamaian permanen. “Kedua pihak telah menunjukkan niat baik. Kami berharap fase ini benar-benar mengakhiri penderitaan rakyat Gaza,” ujar perwakilan Qatar yang dikutip oleh Reuters.
Sementara itu, di Gaza Selatan, suasana haru mewarnai momen pembebasan tahanan Palestina. Seorang mantan narapidana tampak memeluk erat anaknya setelah bebas dari penjara Israel, sebuah simbol kecil dari harapan besar atas perdamaian yang mulai bersemi di tengah puing-puing perang.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber