22 November 2025

Get In Touch

MK Larang Polri Rangkap Jabatan Sipil

 Yunus Supanto, Wartawan Senior dan Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Surabaya
 Yunus Supanto, Wartawan Senior dan Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Surabaya

OPINI (Lentera) -Pemerintah perlu menyesuaikan diri, sebagai respons putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Kapolri Listyo Sigit Prabowo masih akan membentuk kelompok kerja (pokja) baru menyikapi putusan MK yang melarang anggota kepolisian aktif merangkap jabatan-jabatan sipil di luar struktur dan fungsi peran Polri.

Termasuk di dalamnya Perwira Tinggi Polri yang menjadi Ketua KPK, dan staf jabatan tinggi di KPK. Juga pada BNN (Badan Nasional Narkotika), dan BNPT (Badan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme).

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Personel Kepolisian RI aktif dilarang merangkap jabatan sipil non-Kepolisian. Walau sebenarnya telah diatur dalam UU Kepolisian. Namun dalam penjelasan UU Nomor 2 Tahun 2022, bisa mengaburkan larangan rangkap jabatan Polri. Larangan rangkap jabatan juga berlaku untuk Menteri, dan Wakil Menteri dengan jabatan Komisaris BUMN. Namun realitanya, Keputusan MK sering tidak ditepati. Pelaksanaan putusa sering “ditawar” dengan mengulur waktu.

MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, khusus pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya.  Inti amar putusan MK, adalah, “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. ”Putusan MK merupakan bagian dari perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Gugatan diajukan oleh Syamsul Jahidin (seorang advokat di Kota Mataram, NTB), dan Christian Adrianus Sihite, SH. Ironisnya, banyak kalangan “me-nafi-kan” keputusan MK.

Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian RI, secara tekstual menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.” Artinya, jika masih aktif tidak dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian. Namun anehnya pada “penjelasan” pasal 28 ayat (3), terdapat penambahan frasa “Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Terdapat dua frasa kata tambahan, yakni “sangkut paut dengan kepolisian.” Serta frasa kata “penugasan dari Kapolri.” Maka Penjelasan pasal 28 ayat (3) UU Tentang Kepolisian RI, bisa ditafsirkan Polisi aktif bisa menduduki jabatan di luar Kepolisian, asalkan ada sangkut paut dengan Kepolisian, serta berdasar penugasan Kapolri. Padahal putusan MK, tidak mencantumkan per-kecuali-an adanya sangkut tugas Kepolisian, dan penugasan Kapolri.

MK menyatakan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Serta menyatakan penjelasan pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI, bertentangan dengan UUD. Juga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Namun ada tokoh pemerintahan yang menafsirkan, bahwa putusan MK, tidak berlaku surut. Sehingga anggota Polri yang telah menjabat jabatan sipil sebelum adanya putusan MK tersebut tidak wajib mengundurkan diri. Kecuali jika ditarik dari penugasan tersebut oleh Polri. 

Pendapat tokoh pemerintahan ini viral ditentang masyarakat pada arena media sosial. Seolah-olah tidak mengerti hukum tata-negara di Indonesia.  Me-nafi-kan putusan MK tentang larangan rangkap jabatan, berarti meng-ingkari konstitusi dasar negara. Yakni UUD pasal 24C ayat (1), yang menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar ….” 

Selain (penegasan) penetapan MK, larangan rangkap jabatan juga tercantum dalam TAP MPR Nomor VII/MPR/2000. Pada pasal 10 ayat (3), dinyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.” TAP MPR merupakan konstitusi yang memiliki kedudukan sedikit di bawah UUD 1945, namun di atas UU.

Anehnya, TAP MPR tetap diterabas. Berdasar data yang dipaparkan dalam putusan MK, anggota Kepolisian yang ditempatkan di luar struktur organisasi menunjukkan peningkatan. Pada 2023, total polisi yang bertugas di luar struktur mencapai 3.424 orang (1.026 perwira). Pada tahun 2025 jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 4.351 orang personel.

Sampai tahun 2025, anggota Polri yang dikembalikan lagi ke kesatuan sebanyak 832 personel, karena selesai bertugas. Termasuk 13 Komjen (Jenderal Bintang 3), serta 48 Irjen (Bintang 2), dan 76 Brigjen (Bintang 1).

Namun tak lama lagi seluruhnya wajib menyesuaikan dengan konstitusi. Serta niscaya Putusan MK akan menjadi rujukan strategis agenda pembenahan Komisi Percepatan Reformasi Polri (*)

Penulis: Yunus Supanto, Wartawan Senior dan Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Surabaya|Editor: Arifin BH

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Ironi Angka Triliun
Previous News
Ironi Angka Triliun
Lenterabandung.com.
Lenterabandung.com.