08 October 2025

Get In Touch

BPOM:  Obat Sirop Pemicu Kematian 14 Anak di India Tak Beredar di Indonesia

Pandangan umum menunjukkan sirup obat batuk di sebuah apotek di Srinagar, Jammu dan Kashmir, India, Senin (6/10/2025). Foto: Reuters
Pandangan umum menunjukkan sirup obat batuk di sebuah apotek di Srinagar, Jammu dan Kashmir, India, Senin (6/10/2025). Foto: Reuters

JAKARTA (Lentera) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa obat batuk sirup yang diduga menyebabkan kematian belasan anak di India tidak beredar di Indonesia. Berdasarkan laporan India Today per Selasa (7/10/2025), jumlah anak yang meninggal setelah mengonsumsi obat batuk Coldrif Syrup telah mencapai 19 orang.

"Kita bisa memastikan obat itu tidak beredar di Indonesia," jelas Deputi Bidang Pengawasan Obar, Narkotika, Prekursor, dan Zar Adiktif BPOM RI, William Adi Teja, dikutip dari Antara, Selasa (7/10/2025).

Meski obat tersebut tidak beredar di Indonesia, William menegaskan bahwa pihaknya tetap mengambil langkah-langkah pencegahan. Langkah-langkah ini meliputi himbauan kepada industri farmasi untuk memperketat proses produksi, memilih bahan baku yang sesuai standar, serta meningkatkan pengawasan pada tahapan produksi, pengemasan, dan distribusi.

Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, sebelumnya juga menekankan bahwa pihaknya selalu mengedepankan kehati-hatian dalam merespons kasus obat sirup yang menewaskan anak-anak di India.

Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya peristiwa gagal ginjal akut pada 2022, di mana ratusan anak meninggal akibat mengonsumsi obat sirup yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

"Kita betul hati-hati karena kita punya pengalaman tiga tahun lalu, tahun 2022, dengan [kasus] gagal ginjal akut. Dan kita tidak mau itu terulang lagi," tutur Taruna kepada wartawan, Senin (6/7/2025).

BPOM memastikan pihaknya akan bekerja dengan profesional dalam memastikan setiap produk obat-obatan yang beredar di masyarakat aman, serta punya efikasi dan kualitas yang bagus. Taruna menyebut pihaknya akan mengawasi obat-obatan yang diimpor dari India.

"Kita buat atensi khususnya yang impor dari India, kita sangat berhati-hati. Kita tidak mau keluarkan sertifikat impornya kalau itu belum clear. Itu kita sangat hati-hati," tegas dia.

Kasus Obat Batuk Sirop Beracun 

Dikutip dari Reuters pada Rabu (8/10/2025), belasan anak meninggal akibat gagal ginjal dalam sebulan terakhir setelah mengonsumsi obat batuk bermerek Coldrif Syrup. Sebagian besar korban masih berusia di bawah lima tahun.

Hasil laporan kepolisian menunjukkan, sirop tersebut mengandung toksin dietilen glikol (DEG) dalam jumlah hampir 500 kali lipat dari batas yang diizinkan. 

Direktur Pengawasan Obat, Tamil Nadu, dalam laporan laboratoriumnya tertanggal 2 Oktober 2025 mengkonfirmasi Coldrif Syrup (Nomor batch SR-13, produksi Mei 2025, kedaluwarsa April 2027) yang diproduksi Sresan Pharmaceuticals mengandung 48,6 persen dietilen glikol. Lalu uji terpisah oleh Laboratorium Pengujian Obat Chopal juga menemukan 46,28 persen senyawa beracun yang sama.

Padahal, WHO dan otoritas India menetapkan ambang batas aman cemaran DEG dan EG pada bahan baku tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

"Semua anak menunjukkan gejala awal pilek, flu, atau demam. Sebagian besar berusia di bawah lima tahun. Sebagian besar dari mereka diberi obat sirop Coldrif, yang kemudian menyebabkan retensi urine dan gangguan ginjal akut," berikut bunyi laporan kepolisian negara bagian Madhya Pradesh, India bagian tengah.

Beberapa hari setelah mengonsumsi obat tersebut, mereka dilaporkan mengalami penurunan produksi urine dan peningkatan kadar kreatinin dan urea, gejala yang menandakan cedera ginjal akut.

Pihak yang meresepkan obat batuk sirop beracun adalah seorang dokter anak yang praktik di CHC Parasia, Dr. Praveen Soni. Dokter ini telah diamankan oleh pihak kepolisian karena dianggap telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa setelah diresepkan obat tersebut.

Dan dalam kasus ini, polisi juga telah menetapkan produsen obat Coldrif, Sresan Pharma, sebagai salah satu tersangka utama. Otoritas federal merekomendasikan pembatalan izin produksi Sresan Pharma. Perusahaan tersebut menghadapi dakwaan berat, termasuk pembunuhan yang dapat dipertanggungjawabkan namun tidak termasuk pembunuhan berencana, pemalsuan obat, hingga pelanggaran UU Obat-obatan dan Kosmetika.

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lenterabandung.com.
Lenterabandung.com.